TEMBOK BERLIN YANG BELUM ROBOH
|
Tembok
Berlin sudah roboh 20 tahun lamanya, acara peringatan meriah dan
khidmat pun telah di langsungkan di Jerman. Hari kehancuran Tembok
Berlin pada 9 November, persis seperti selesainya Perang Dunia II, hari
tersebut telah dijadikan salah satu hari peringatan terpenting di dalam
masyarakat umat manusia.
Sejumlah
besar politisi dan pimpinan dunia baik yang masih menjabat ataupun yang
sudah mantan semua berkumpul di Berlin termasuk Jerman, AS, Inggris,
Prancis, Rusia serta Hungaria, Polandia dan lain-lain. Dari 5 anggota
tetap Dewan Keamanan PBB semuanya hadir, Rusia pun telah menerima
undangan dan hadir, kecuali pimpinan PKC (Partai Komunis China) saja
yang absen.
Pimpinan PKC dengan berbekal latar belakang Kebangkitan China dan Soft Power,
bisa menghadiri rapat umum PBB, APEC, bahkan G-8, namun pada perayaan
besar Berlin mereka terkucil di luar. Tak diragukan lagi hari tersebut
adalah hari paling tidak mengenakkan bagi pimpinan PKC. Ini justru
adalah semacam pemaknaan: tiada tempat bagi PKC di dunia yang beradab
ini; atau, PKC berasal dari luar peradaban dunia.
Pada
waktu bersamaan, Wen Jiaobao, PM-PKC yang sedang melakukan kunjungan
kenegaraan ke Saudi Arabia, menggulirkan pidato dengan tema:
"Menghormati Pluralisme Peradaban", ia berarti telah mengulang teks
pembelaan diri di forum internasional yang pernah dilakukan oleh Jiang
Zemin, mantan pimpinan PKC dan menuntut masyarakat internasional untuk
bisa mentolerir kediktatoran satu partai "Model China".
Namun,
pembelaan diri semacam ini, adalah demikian lemahnya, bahkan, hanya
dibutuhkan retorika "Menggunakan tombak Anda untuk menyerang perisai
Anda" segera bisa dibuat berantakan, tolong tanya: Wahai PKC kenapa Anda
sendiri tidak bisa mentolerir pluralisme warga China sendiri?
Mengenai
hari yang bersejarah tersebut, media PKC hanya perlu melaporkan berita
ringkas yang klise, yakni menekankan peran penting robohnya Tembok
Berlin bagi reunifikasi Jerman bahkan hingga reunifikasi Eropa, sama
sekali tak menyinggung sifat dasar robohnya Tembok Berlin yakni:
Pemblokiran rezim otoriter terhadap kebebasan; serta makna gamblang
robohnya Tembok Berlin yakni: Kemenangan bagi kebebasan dan demokrasi
dan kekalahan bagi sistem otoriter dan kediktatoran.
Seperti diketahui, robohnya Tembok Berlin sangat berhubungan erat dengan gerakan pro demokrasi China 4 Juni dan Pembantaian Tiananmen 89:
Jeritan mahasiswa China, yang telah membangkitkan keberanian warga
Eropa Timur; perbuatan para pembantai yang luar biasa keji dari PKC itu
dan tanggung jawab mereka terhadap sejarah, membuat nurani para
dedengkot partai komunis Eropa Timur itu resah dan tangan-kakinya
gemetaran.
Di pihak
masyarakat, keberanian perlawanan bertumbuh pesat; di pihak penguasa,
tekad penindasan menyusut tajam. Kedua hal tersebut saling bergerak
mendekat dan mencuatkan ruang bagi perubahan raksasa sejarah Eropa Timur
dan Uni Soviet.
Gerakan prodem 89, di China, mengalami kekalahan, akibatnya, darah mengalir deras. Namun benih-benih gerakan prodem 89 China
toh telah membuahkan hasil di seluruh dunia. Eropa Timur bebas, Uni
Soviet tercerai-berai, untuk itu, jasa para pelajar China yang sangat
banyak itu tak bisa diabaikan. Jangan mengulas hero berdasarkan
kalah-menang, seruan memilukan dari para mahasiswa 89 China dan kaum
intelektual memang belum menjadi kenyataan, tapi gelora semangat mereka
tak akan memancar sia-sia. Pengaruh tersebut, mana bisa hanya sebatas
Eropa Timur dan Uni Soviet? Tindakan mereka yang heroik, akan dicatat
selamanya di dalam kitab sejarah.
Para
korban penindasan untuk sementara ini, sebagai tumbal, masih saja
berlanjut sebagai korban, warga China yang masih saja diperbudak oleh
penguasa, menjadi alas kaki bagi rakyat dunia untuk menikmati kebebasan.
Tembok Berlin telah roboh, itu adalah Tembok Berlin Jerman. Tembok
Berlin yang belum roboh secara tuntas, itu adalah Tembok Berlin dengan
makna yang luas, itulah sisa-sisa benteng tirani dalam lingkup dunia.
Terutama di China, wilayah tirani terbesar di dunia dewasa ini, Tembok
Berlin sesungguhnya ada dimana-mana.
Internet
yang diblokir dan disensor adalah Tembok Berlin; media yang dikontrol
dan "diarahkan" adalah Tembok Berlin. Yang disekat dan difilter, bukan
hanya informasi riil dari luar negeri, juga keadaan rakyat riil di dalam
negeri; dinding merah tebal yang mengelilingi Zhongnanhai (tempat
hunian eksklusif para petinggi PKC di Beijing) adalah Tembok Berlin, ia
adalah dinding akustik yang mengabaikan kehendak rakyat; tentara PKC
yang dijuluki "Tembok Besar Baja" adalah Tembok Berlin, yang ia lindungi
bukannya negara ini, melainkan rezim tersebut. Seperti yang dipamerkan
di Olimpiade atau defile militer, pasukan yang "Mendengar perintah
partai" ini, kegunaan utamanya ialah menghadang warga China yang
notabene adalah majikan negara telah tercekal di luar "Tembok Besar".
Akses
negara dan perbatasan negara yang menutup diri bagi para dissiden juga
adalah Tembok Berlin, hanya saja lebih absurb dibandingkan dengan Tembok
Berlin milik Jerman: Tembok Berlin dari Jerman Timur, melarang warganya
bepergian; Tembok Berlin dari China --- imigrasi, batas negara, warga
negara sendiri dilarang pulang. Dewasa ini, warga China seperti Li
Jianhong, Feng Zhenghu dan lain-lain (nama-nama aktivis HAM China) hanya
bisa memandangi pintu negara tanpa bisa memasukinya dan sedang
mengalami sendiri Tembok Berlin-China yang seram dan brutal.
Melompati
tembok, istilah dari internet China yang sedang tren, ia sendiri telah
menonjolkan makna tembok. Kala itu, warga Jerman Timur menempuh risiko
melompati Tembok Berlin, sebagai konsekuensinya banyak yang kehilangan
nyawanya; hari ini, warga China melompati Tembok Berlin internet yang
melulu benda abstrak, ternyata sebagai konsekuensinya banyak yang harus
mendekap di balik teralis besi.
Wen
Jiabao yang membela di-ri, untuk membela pemerintahan otoriter PKC,
bahkan mengobral kata-kata bijak dari kebudayaan China kuno seperti
"memuliakan perdamaian", "meski berbeda tapi bertoleransi", "apa yang
kau tidak suka orang lain lakukan kepadamu, jangan lakukan kepada orang
lain" dan lain-lain, dengan harapan masyarakat internasional "memahami"
mereka, betul-betul ironis.
Kenapa
PKC sendiri dalam menghadapi orang yang memiliki pandangan berbeda,
tidak "memuliakan perdamaian"? Terhadap orang Tibet dan Xinjiang, kenapa
PKC tidak mengusulkan "meski berbeda tapi bertoleransi"? Terhadap warga
China sendiri, kenapa PKC tidak bersikap "Apa yang kau tidak suka orang
lain lakukan kepadamu, jangan lakukan kepada orang lain"? Dari situ
sebaliknya bisa dibuktikan bahwa grup bobrok tirani PKC bukan saja
bertolak belakang dengan arus peradaban dunia moderen ini, bahkan sama
sekali tidak sesuai dengan tradisi dan peradaban China kuno.
Jika orang-orang seperti Wen Jiabao cs.
masih memiliki secuil IQ, mestinya setidaknya mau melihat dulu ke
dalam: Mengenai pendidikan yang "bersifat menghargai kemajemukan
peradaban", seharusnya diadakan di China, di Beijing, di Zhongnanhai, di
Huairentang (nama gedung bersejarah di Beijing, alamat Komite
Nasional untuk Konsultatif Politik Rakyat China), bukannya untuk
berpolemik, berkoar, bertele-tele, bergumam dan membohongi diri sendiri
dan orang lain di forum internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar